Kidung Rindu
Bulan yang tak jua purnama mengintip di balik awan berarak
Dingin yang menusuk ngilu tidak mampu menghardikku
Mata ini terkantuk tapi masih turut bersama awan berarak
Melayang mengikuti rindu menuju ke pelukan perempuanku
Dalam diam kubayangkan wajah yang menawan kesadaranku
Kusulam satu-persatu kenangan akan masa-masa bersamanya
Mulai dari Tawangmangu di kaki Gunung Lawu
hingga ke Salatiga di kaki Gunung Merbabu
Mulai dari Pajang yang paling sudut di Surakarta
hingga bersembunyi di Gayam Sukoharjo hampir desa
Mulai dari bercinta dengan leluasa di Jogjakarta
hingga memadu asmara dalam sudut ketiak Jakarta
Sepeda tua itu menjadi saksi asmara kami yang membara
Jalanan raya bagai karpet merah menuju altar suci
Kami bagai dua rusa muda berkejar-kejaran di padang yang abadi
Merayakan kejayaan musim semi yang seakan takkan pernah sirna
Mengidungkan Kidung Agung dalam diam yang suci
Merayakan kebesaran cinta dalam hening yang sempurna
Kupuji dia dengan segala puisi
Kupuja dia dengan segenap cinta
Walau kata dalam bahasa selalu dusta dalam merangkai cinta
Dan hanya sepi yang mampu menghargai cinta dengan sempurna
Jika kaubertemu dia, hai orang Jakarta, sampaikan rinduku padanya
Jika kaubertemu dia, hai orang Salatiga, serukan cintaku padanya
Jika kaubertemu dia, hai orang Jogjakarta, bisikkan kenanganku padanya
Jika kaubertemu dia, hai orang Surakarta, tembangkan penantianku padanya
Hanya padanya aku menaruh rindu
Hanya padanya asmaraku bergelora
Hanya wajahnya selalu menghantu
Hanya namanya bergema di kepala
Matanya bagai sepasang purnama dengan jentera bianglala
di sana aku melihat surga yang melingkungi segenap hadirku
Yang kusuka adalah aromanya yang bagai wewangian dupa gereja
membuatku terpekur mendaras mazmur penuh rasa syukur
Tubuh mungil itu adalah altar suci tempat aku mempersembahkan diri
Inilah tubuhku
Inilah darahku
Di mana ada penyerahan diri yang total dan paripurna
Di sanalah cinta dirayakan dengan gegap-gempita
Bibirnya bagaikan cawan berisi anggur penuh
Hendak kuteguk anggur itu hingga mabuk
Hai sahabat-sahabatku,
semua manusia bisa suka pada siapa saja
tapi cinta itu pilihan yang memancar dari hati yang jernih
dan hanya anggur yang menetes dari bibirnya itu sajalah
yang akan kutenggak hingga ajal tiba
Wahai kekasihku
Perempuan yang menjadi idamanku
Akulah lelaki yang menawarkan cinta padamu
bukan dari hasil merengek dan mengiba
melainkan dari hasil segenap kejayaanku
Ah, aku telah dimabuk asmaramu
kini terapung dalam samudera rindu
tepi Jakal, 08 September 2011
Padmo “Kalong Gedhe” Adi
Comments
Post a Comment