YESUS MATI SEBAGAI PENJAHAT POLITIK
-Padmo Adi-
Yesus dikenal sebagai seorang
rabbi. Dia banyak mengajar tentang Kerajaan Allah serta melakukan mukjizat. Namun, apa yang Dia lakukan sering kali bertentangan dengan tradisi orang-orang Yahudi (Farisi). Bukan Hukum Taurat yang Dia tentang (hal prinsip), melainkan tradisi-tradisi (hal-hal praksis) yang justru menihilkan nilai luhur yang termuat dalam hukum tersebut.
Pertentangan dengan orang-orang Yahudi ini semakin menjadi ketika Yesus berada di Yerusalem. Mereka mencari cara bagaimana melenyapkan Dia. Yesus secara religius dituduh sebagai penghujat Allah; Dia menyatakan Allah adalah Bapa-Nya sendiri. Pernyataan ini berarti Dia menyamakan diri dengan Allah. Selain itu, Yesus dituduh telah melanggar bahkan meniadakan hari Sabat. Oleh karena itu, orang-orang Yahudi telah sepakat untuk menjatuhi Yesus hukuman mati.
Hukuman mati a la Yahudi adalah rajam. Mereka tidak berani melakukan hukuman itu terhadap Yesus sebab takut kepada orang-orang banyak. Orang-orang banyak terlanjur mengenal dan percaya kepada Yesus oleh karena tanda-tanda dan pekerjaan yang Dia lakukan. Akan terjadi kerusuhan luar biasa jika Yesus dihukum mati dengan cara Yahudi. Orang-orang banyak akan memberontak terhadap para pemimpin Yahudi. Lagi pula, saat itu adalah saat-saat (menjelang) Paska, sebuah saat yang sangat krusial. Maka, para pemimpin Yahudi memikirkan cara untuk tetap menghukum mati Yesus tanpa menyebabkan kekacauan yang tidak diharapkan.
Mereka membawa Yesus ke hadapan Pilatus (otoritas Romawi di sana) agar mendapat peneguhan keputusan hukuman mati itu. Jika hukuman mati itu dilaksanakan oleh otoritas Romawi dengan cara yang khas Romawi, salib, kekacauan yang tidak diharapkan akan terminimalisasi. Mereka menyiapkan tuduhan-tuduhan politis agar otoritas Romawi bersedia mengambil alih hukuman mati sebab tuduhan religius tidak akan diterima. Yesus dituduh melarang membayar pajak kepada Kaisar, bahwa Dia menyatakan diri sebagai raja (dalam arti politis), dan menghasut rakyat dengan ajaran-ajaran-Nya. Tuduhan-tuduhan itu tidak berdasar pada realita hidup dan karya Yesus sendiri.
Pilatus menganalisa tuduhan itu. Dia menanyakan pertanyaan fundamental kepada Yesus tentang identitas-Nya. Dia tidak menemukan kesalahan apapun pada Yesus. Yesus memang adalah raja, tapi secara religius Yahudi, bukan secara politis. Dengan latar belakang Greeko-Romawi Pilatus percaya Yesus anak dewa (Allah). Maka, Pilatus berusaha membebaskan-Nya. Namun, orang-orang Yahudi menuntut dengan keras agar Yesus disalibkan. Jika Pilatus membebaskan Yesus, dia melawan Kaisar sebab orang yang menyatakan diri sebagai raja melawan Kaisar.
Pilatus berada dalam sebuah dilema. Jika membebaskan Yesus, dia melawan Kaisar; jika mengabulkan tuntutan orang-orang Yahudi, dia mengorbankan orang benar yang tak bersalah. Demi kematian Yesus orang-orang Yahudi pun mengingkari inti iman mereka bahwa Allahlah satu-satunya Raja mereka. Mereka menyatakan tidak memiliki raja selain Kaisar. Akhirnya, dengan pertimbangan politis dan demi stabilitas keamanan daerah otoritasnya Pilatus mengabulkan permohonan orang-orang Yahudi. Dia menyerahkan Yesus kepada mereka untuk disalibkan, tapi dia sendiri cuci tangan. Dan, disaliblah Yesus di Bukit Kalvari.
Comments
Post a Comment