KETIKA TUHAN ALLAH KESEPIAN
Beberapa waktu setelah TUHAN Allah
mengusir manusia dari Taman Eden, Allah merasa kesepian. Allah pun turun ke
Bumi, tempat Dia membuang manusia. Allah berjalan-jalan di Bumi pada waktu hari
yang sejuk. TUHAN Allah mencari-cari manusia yang diciptakan-Nya itu,
firman-Nya, “Di manakah engkau?” Tidak ada jawaban. Firman-Nya lagi, “Jangan takut.
Tidak perlu lagi engkau bersembunyi seperti ketika pertama kali engkau
mendapati dirimu telanjang setelah memakan buah terlarang itu.” Masih tidak ada
jawaban. Keheranan, TUHAN Allah terus mencari manusia, sebab Dia rindu akan
ciptaan-Nya yang satu itu.
Ternyata, manusia itu telah membuat
suatu rumah baginya dan bagi istrinya pada suatu kaki gunung. Di sekitar rumah
itu, manusia itu telah membuat ladang tempat dia menanam bahan makanan baginya
dan bagi istrinya, sedangkan di depan rumah itu ada taman kecil berisi penuh
dengan bunga mawar dan melati yang ditanam oleh istri manusia itu. Akan tetapi,
pada waktu hari yang sejuk itu, rumah itu tampak sepi. Dari kejauhan, TUHAN
Allah melihat rumah itu, lalu bermaksud mencari manusia di sana.
Sesampainya di depan pintu rumah
itu, diketuk-Nya pintu itu lembut, firman-Nya, “Di manakah engkau? Apakah
engkau di dalam? Inilah Aku.” Terdengar suara gaduh dari dalam. Beberapa waktu
kemudian, pintu itu dibuka dengan enggan. Manusia itu hanya memakai sarung
untuk menutup kemaluannya, katanya sungkan, “Allah, silakan masuk ke kediaman
kami yang sederhana ini.”
TUHAN Allah heran, firman-Nya,
“Manusia, mengapa engkau hanya memakai sarung?” Manusia itu menjawab, “Ketika
aku mendengar, bahwa Engkau ada di depan rumah ini dan memanggil aku, aku
menjadi takut, karena aku telanjang, sebab aku sedang bersanggama dengan
istriku. Semenjak kami memakan buah pengetahuan tentang yang baik dan yang
jahat itu, kami menyadari bahwa kami telanjang. Dan, sejak kami Engkau usir
dari Taman Eden ke Bumi ini, kami pun menyadari bahwa ketelanjangan itu indah
pada tempat dan waktunya, juga ketelanjangan istriku. Ketelanjangan adalah saat
di mana kami telah saling mengenal dengan intim. Itulah sebabnya kami
bersanggama. Lalu, aku mendengar Engkau memanggilku. Engkau memanggilku di saat
kami sedang bersanggama. Aku jadi panik, sebab aku masih malu telanjang di
hadapan-Mu, sehingga kuambil apa yang dapat dengan segera menutup kemaluanku.
Itulah sebabnya aku hanya memakai sarung.”
TUHAN Allah berfirman, “Mengapa
engkau panik saat Aku memanggilmu? Bukankah seharusnya engkau senang, sebab
mungkin Aku akan membatalkan hukuman ini, dan membawamu dan istrimu kembali ke
Taman Eden? Tidak tahukan engkau, bahwa Aku kesepian di sana? Aku membutuhkanmu
untuk mengurus taman itu dan juga kebun anggur-Ku.” Jawab manusia itu, “Pada
awalnya aku memang meratapi hukuman ini. Aku begitu menyalahkan perempuan yang
Kauberikan kepadaku sebagai istriku itu. Keterlemparan kami ke Bumi ini adalah
hukuman yang pahit. Akan tetapi, seiring berjalannya waktu, dengan berpeluh aku
berhasil mengolah tanah ini sehingga berbuah. Dan, aku bangga bisa pulang
kepada istriku dengan membawa hasil keringatku sendiri lalu kemudian istriku
menyambutku dengan hasil olahannya. Hingga pada akhirnya, aku bisa menikmati
keterlemparan ke Bumi ini sebagai sebuah kebebasan! Aku menikmati kebebasan
ini. Itulah sebabnya aku panik saat mendengar Engkau mengetuk pintuku. Lagi
pula, aku pun tidak siap untuk kembali ke Taman Eden.”
November 2013
Padmo Adi
Comments
Post a Comment