ORANG-ORANG BARAT PADA PULAU PARA DEWA

  ORANG-ORANG BARAT PADA PULAU PARA DEWA *kepada Hugo   Lukisan Sri Yesus Kristus bersama dengan Sri Krishna setelah Tuhan mereka bunuh berkali-kali... yang terjadi adalah kemanusiaan yang mati... akhirnya menjelma jadi jiwa yang mengembara di padang belantara... ke selatan, ke utara... ke timur, ke barat... ke sana... entah ke mana... mencoba menemukan Tuhan yang telah tiada   walaupun demikian, itu lebih baik bagi mereka daripada mulut ngaku ikut Sang Lelaki Galilea tapi membela anak ular beludak sampai mati atau mewarnai semua dengan mejikuhibini Ah, Hug, Barat itu arah terbenamnya matahari bacalah Wahyu, semuanya sedang digenapi...   Malang, 07 Oktober 2024 Padmo Adi

HUMANISME SARTRE DAN APLIKASINYA DI DALAM PROSES TEATER

HUMANISME SARTRE
DAN APLIKASINYA DI DALAM PROSES TEATER
-Yohanes Padmo Adi Nugroho-

SKRIPSI

ABSTRAK

Penelitian ini lahir dari perjumpaan penulis dengan realita kehidupan pemuda dan filsafat tentang kehidupan. Secara konkret, kehidupan pemuda yang penulis jumpai adalah kehidupan mahasiswa-mahasiswi Universitas Sanata Dharma yang aktif berkesenian di dalam Teater Seriboe Djendela. Untuk kepentingan penelitian ini, penulis sengaja menggunakan filsafat eksistensialisme Barat, khususnya pemikiran-pemikiran Jean-Paul Sartre, sebab penulis telah mempelajari dan mendalaminya sepanjang menempuh pendidikan selama empat tahun di Fakultas Teologi, Universitas Sanata Dharma.
Ada tiga masalah yang dibahas di dalam penelitian ini. Pertama, bagaimana Sartre mengembangkan dan menjelaskan eksistensialismenya dengan fenomenologi sebagai pisau bedah utama. Kedua, humanisme (visi kemanusiaan) seperti apa yang dikembangkan Sartre melalui paradigma eksistensialisme. Ketiga, bagaimana aplikasi humanisme Sartre di dalam suatu proses kreatif teater.
Penulis mencoba mengadakan studi pustaka terhadap buku-buku dan karya-karya sastra Sartre serta buku tentang Sartre. Penulis juga menonton film berjudul Les Amants du Flore, sebuah film mengenai Simone de Beauvoir dan Jean-Paul Sartre. Di samping itu penulis bersama Teater Seriboe Djendela telah berproses teater selama September 2011 hingga April 2012, dengan lakon berjudul “Pada Malam yang Itu” (naskah dan sutradara Padmo Adi). Naskah itu memuat pokok-pokok eksistensialisme dan proses kreatifnya menggunakan pendekatan paradigma humanisme eksistensial.
Dengan penelitian ini penulis mencoba membagikan kepada para pemuda yang terlibat di dalam kesenian teater sebuah paradigma di dalam pendekatan keaktoran (penghayatan peran) dan secara lebih luas sebuah paradigma di dalam menghadapi dan menghayati hidup. Paradigma yang penulis bagikan ini merupakan suatu paradigma yang optimis dan penuh gairah di dalam memahami kehidupan. Paradigma ini memang tidak harus diikuti secara fundamental, tetapi dapat saja hanya dijadikan batu loncatan untuk mencapai suatu kedewasaan dan bahkan kesadaran spiritual. Dengan memakai paradigma humanisme eksistensialisme, para aktor muda itu dapat menghayati peran dengan total, merayakan hidup, mereguk kebebasan, dan dengan berani mengemban tanggung jawabnya.
Meskipun humanisme Sartre terlihat begitu bergairah terhadap hidup, humanisme ini tidak memiliki tempat bagi anak-anak, penderita cacat mental (retardasi mental), dan orang-orang lanjut usia yang sudah pikun. Paradigma humanisme Sartre begitu menekankan kesadaran. Di dalam pandangan Sartre, dunia ini hanya terdiri dari orang-orang dewasa yang sepenuhnya menyadari keberadaannya di dunia dan telah terbiasa mengemban tanggung jawab.


ABSTRACT

This research comes from the meeting of the writer with the real life of the youth and the philosophies of life. The writer meets the life of Sanata Dharma University students who are active in Seriboe Djendela Theatre. For this research, the writer uses the Western existentialism philosophy, especially Jean-Paul Sartre’s thinking, because the writer has been learning it for four years study in Faculty of Theology, Sanata Dharma University.
There are three things discussed here. First, how Sartre developed and explained his existentialism with phenomenology as his main method. Second, what kind of humanism (vision of humanity) which Sartre developed through his existentialism paradigm is. Third, how the application of Sartre’s humanism is in a theatre process.
The writer tries to do library research of literature works and books written by Sartre and books about Sartre. The writer also watched a movie titled Les Amants du Flore, a movie about Simone de Beauvoir and Jean-Paul Sartre. Moreover, the writer had theatre process with Seriboe Djendela Theatre from September 2011 until April 2012, with a play titled “Pada Malam yang Itu” (written and directed by Padmo Adi). The play has principles of existentialism and the process has done by the paradigm of existential humanism.
By this research, the writer tries to share to the young theatre actors a paradigm to live the role, as well as a paradigm to face and live the life. This paradigm is an optimistic paradigm and full of enthusiasm to understand the life. One may not fundamentally follow this paradigm, but one can use it to take a leap of some maturity and even spiritual enlightenment. By the paradigm of existentialism humanism, the youth can ‘say yes’ toward the life, gain the freedom, and bravely take the responsibility.
Although Sartre’s humanism is considered so enthusiastic toward the life, it does not have a place for children, those who mentally ill, or the senile ages. Awareness takes the main part in Sartre’s paradigm of humanism. In Sartre’s perspective, there are only adults who aware their being in the world and have been able to take the responsibility.

Baca selengkapnya...

Comments