HUMANISME
SARTRE
DAN
APLIKASINYA DI DALAM PROSES TEATER
-Yohanes Padmo Adi Nugroho-
SKRIPSI
ABSTRAK
Penelitian
ini lahir dari perjumpaan penulis dengan realita kehidupan pemuda dan filsafat
tentang kehidupan. Secara konkret, kehidupan pemuda yang penulis jumpai adalah
kehidupan mahasiswa-mahasiswi Universitas Sanata Dharma yang aktif berkesenian
di dalam Teater Seriboe Djendela. Untuk kepentingan penelitian ini, penulis
sengaja menggunakan filsafat eksistensialisme Barat, khususnya
pemikiran-pemikiran Jean-Paul Sartre, sebab penulis telah mempelajari dan
mendalaminya sepanjang menempuh pendidikan selama empat tahun di Fakultas
Teologi, Universitas Sanata Dharma.
Ada
tiga masalah yang dibahas di dalam penelitian ini. Pertama, bagaimana Sartre
mengembangkan dan menjelaskan eksistensialismenya dengan fenomenologi sebagai
pisau bedah utama. Kedua, humanisme (visi kemanusiaan) seperti apa yang
dikembangkan Sartre melalui paradigma eksistensialisme. Ketiga, bagaimana aplikasi
humanisme Sartre di dalam suatu proses kreatif teater.
Penulis
mencoba mengadakan studi pustaka terhadap buku-buku dan karya-karya sastra
Sartre serta buku tentang Sartre. Penulis juga menonton film berjudul Les Amants du Flore, sebuah film
mengenai Simone de Beauvoir dan Jean-Paul Sartre. Di samping itu penulis
bersama Teater Seriboe Djendela telah berproses teater selama September 2011
hingga April 2012, dengan lakon berjudul “Pada Malam yang Itu” (naskah dan
sutradara Padmo Adi). Naskah itu memuat pokok-pokok eksistensialisme dan proses
kreatifnya menggunakan pendekatan paradigma humanisme eksistensial.
Dengan
penelitian ini penulis mencoba membagikan kepada para pemuda yang terlibat di
dalam kesenian teater sebuah paradigma di dalam pendekatan keaktoran
(penghayatan peran) dan secara lebih luas sebuah paradigma di dalam menghadapi
dan menghayati hidup. Paradigma yang penulis bagikan ini merupakan suatu
paradigma yang optimis dan penuh gairah di dalam memahami kehidupan. Paradigma
ini memang tidak harus diikuti secara fundamental, tetapi dapat saja hanya
dijadikan batu loncatan untuk mencapai suatu kedewasaan dan bahkan kesadaran
spiritual. Dengan memakai paradigma
humanisme eksistensialisme, para aktor muda itu dapat menghayati peran dengan
total, merayakan hidup, mereguk kebebasan, dan dengan berani mengemban tanggung
jawabnya.
Meskipun humanisme Sartre terlihat begitu bergairah
terhadap hidup, humanisme ini tidak memiliki tempat bagi anak-anak, penderita
cacat mental (retardasi mental), dan orang-orang lanjut usia yang sudah pikun. Paradigma
humanisme Sartre begitu menekankan kesadaran. Di dalam pandangan Sartre, dunia
ini hanya terdiri dari orang-orang dewasa yang sepenuhnya menyadari
keberadaannya di dunia dan telah terbiasa mengemban tanggung jawab.
ABSTRACT
This research comes from the meeting of the writer with
the real life of the youth and the philosophies of life. The writer meets the
life of Sanata Dharma University students who are active in Seriboe Djendela Theatre. For this research, the writer uses the
Western existentialism philosophy, especially Jean-Paul Sartre’s thinking, because
the writer has been learning it for four years study in Faculty of Theology, Sanata
Dharma University.
There are three things discussed here. First, how Sartre developed and
explained his existentialism with phenomenology as his main method. Second,
what kind of humanism (vision of humanity) which Sartre developed through his existentialism
paradigm is. Third, how
the application of Sartre’s humanism is in a
theatre process.
The writer tries to do library research of literature works and books written by Sartre and
books about Sartre. The writer also watched a movie titled Les Amants du Flore, a movie about Simone de Beauvoir and Jean-Paul
Sartre. Moreover, the writer had
theatre process with Seriboe Djendela Theatre from
September 2011 until April 2012, with a play titled “Pada Malam yang Itu” (written and directed by Padmo Adi). The play
has principles of existentialism and the process has done by the paradigm of
existential humanism.
By this research, the writer tries to share to the young theatre
actors a paradigm to live the role,
as well as a paradigm to face and live the life. This paradigm is an optimistic paradigm and full
of enthusiasm to understand the life. One may not fundamentally follow this
paradigm, but one can use it to take a leap of some maturity and even spiritual
enlightenment. By the paradigm of existentialism
humanism, the youth can ‘say yes’ toward the life, gain the freedom, and bravely
take the responsibility.
Although Sartre’s humanism is considered
so enthusiastic toward the life, it does not have a place for children, those
who mentally ill, or the senile ages. Awareness takes the main part in Sartre’s
paradigm of humanism. In Sartre’s perspective, there are only adults who aware their being in
the world and have been able to take the responsibility.
Baca selengkapnya...
Comments
Post a Comment