AKU
RELA MENINGGALKAN AGAMAKU DEMI CINTAKU PADAMU*
Pada
suatu masa di suatu tempat, alkisah terdapat sepasang muda-mudi yang sedang
dimabuk asmara. Mereka berencana untuk menikah. Akan tetapi, mereka berbeda
agama. Yang perempuan beragama Katolik, sementara yang lelaki beragama Islam.
Sebenarnya,
di dalam Gereja Katolik perkawinan beda agama itu dilarang, tetapi... ya...
namanya cinta... kalau nggak sama
dia, ogah kawin... akhirnya Gereja
Katolik membuat sebuah sistem, yaitu Surat Dispensasi, yang bisa diminta di
Pastor Kevikepan setempat. Dengan Surat Dispensasi tersebut, mereka bisa
menikah di Gereja dan diberkati Pastor, bisa mencatatkan perkawinan mereka itu
di catatan sipil, walaupun tidak sakramen, karena yang Katolik tetap Katolik,
sedangkan yang non-Katolik ya akan tetap non-Katolik.
Namun,
yang namanya kawin-mawin di Indonesia itu bukan hanya urusan dua sejoli yang
saling mencintai ternyata. Biasanya yang paling rempong dan paling bawel itu justru keluarga... kalau nggak bapaknya, ya ibunya... kalau nggak orang tuanya, ya paman-tantenya.
Nah, begitu juga dengan pasangan muda-mudi kita tadi. Ibu si perempuan itu
adalah seorang wanita Katolik yang cekek,
yang ndeles, yang kalau misa harus
duduk di kursi yang paling dekat dengan altar -minimal baris ketiga-, yang
selalu datang misa 30 menit sebelum perarakan masuk, yang kalau misa selalu
pakai kerudung a la Bunda Maria, yang
adalah pengurus WKRI, yang adalah anggota dewan paroki. Nah... si ibu perempuan
ini tadi sebenarnya suka dengan kekasih anak gadisnya itu, kecuali bahwa si
lelaki itu beragama Islam. Si ibu ini mau-mau saja merestui perkawinan anak
gadisnya itu dengan kekasihnya... asal si lelaki tadi mau bertobat, dibaptis,
dan menjadi Katolik. Si ibu mau pernikahan putrinya itu adalah pernikahan yang
sakramental, ratum et sacramentum,
sah di mata Gereja dan Negara, serta consumatum
est, dan tak terceraikan.
Oleh
karena cintanya kepada kekasihnya yang Katolik itu, si lelaki tadi rela
meninggalkan imannya yang lama. Akhirnya sebelum menjalani KPP (Kursus
Persiapan Perkawinan), si lelaki tadi mendaftar menjadi calon baptis. Tentu
dibaptis di dalam Gereja Katolik tidaklah mudah. Si lelaki tadi harus mengikuti
pelajaran baptis, menjadi katekumen, bahkan mengikuti beberapa ujian sebelum
dibaptis. Akhirnya dia dibaptis dengan nama baptis yang dipilihkan si ibu calon
mertua. Tidak cukup hanya itu, si lelaki bahkan mengikuti pelajaran komuni
pertama dan juga pelajaran krisma. Nah... setelah menerima komuni pertama dan
menerima minyak krisma dari Bapa Uskup, tentu saja si lelaki ini sudah siap
menjalani KPP bersama kekasihnya yang jelita itu.
Akan
tetapi... beberapa hari menjelang mereka KPP, si anak gadis itu menangis
sejadi-jadinya... seakan hancur hatinya berkeping-keping... sia-sia hidup,
cinta, dan pengharapannya. Dia pun menghadap ibunya, mendekapnya, dan menangis
di pelukan sang ibu.
“Ada
apa ta, Wuk... anakku, Ngger, Cah Ayu? Kok kamu
menangis ini seperti habis patah cinta saja?” tanya si ibu.
“Iya,
Bu... pacarku itu... huwhuwhuw...” si gadis mengadu.
“Lho... kenapa dengan pacarmu? Bukankah
dia sekarang sudah menjadi Katolik? Lalu, sebentar lagi kalian KPP? Dan,
pernikahanmu kelak akan menjadi pernikahan yang sakramen?”
“Justru
itu, Bu... justru karena dia sekarang menjadi Katolik... .”
“Lho? Kenapa dengan dia sekarang yang menjadi
Katolik, Cah Ayu?” tanya si ibu
keheranan.
“Justru
karena dia sekarang menjadi Katolik, mendalami ajaran iman Katolik, dan beriman
kepada Yesus Kristus... DIA KINI MAU JADI IMAM... MAU MASUK SEMINARI!!!”
“Ealah, Ngger... .” si ibu lalu kena
serangan jantung dan dilarikan ke RS Brayat Minulya.
*Diceritakan
kembali dan didramatisasikan oleh
Padmo Adi
haha ceritanya kini berubah sang calon suami lebih cinta kepada Yesus. Great story anyway mas... Pax Christi
ReplyDeleteHahahaha... aku hanya menceritakan ulang dengan sedikit bumbu dramatisasi saja :P hehehe...
DeleteTerima kasih. Berkah Dalem.
Haha.....ealahhhhh.....sipppp...kenal mas Krist jadi terpukau.....
ReplyDeleteHaha....ealaaahhhh...kenal mas Krist jadi terpukau....sippp.....bisa buat sharing pas ibadat....makasih mas prater...
ReplyDeleteHahahaha :D Silakan, Om Tanto.
DeleteIni aku juga hanya menceritakan kembali kok :P
Ini dulu yang menceritakan pertama kali dosenku.
Lalu, aku modifikasi dan kudramatisasi XD wakakakakakakakaka... Bisa buat gojeg pas homili :P
Kok.... Brayat Minulya..? Cedak omahku kuwi, Mo...
ReplyDeleteKok.... Brayat Minulya..? Cedak omahku kuwi, Mo...
ReplyDeleteHahahahaha...... iya, tapi fiksi kok ini :P
DeleteYa kalau di Solo, Brayat Minulya. Kalau setting-nya diganti di Jogja, ya mungkin Panti Rapih, hehe