Pada Lorong Ini
Refleksi Filosofis-Puitis
Padmo Adi
KATA PENGANTAR
Setelah mengadakan malam revolusi (jeblink)
tepat seminggu setelah Malam Paska 2009, saya kembali ber-evolusi. Tujuan saya
melepas jubah itu adalah supaya dapat dengan bebas menjadi seorang seniman,
penyair, dan pemikir-bebas. Dalam pengasingan yang baru saya terus berproses,
merenung, menulis, dan bersyair. Saya sudah ikut sebuah kelompok teater, itu
pertama. Saya masih merenung dan menulis serta bersyair, itu kedua. Namun, saya
belum sempat melukis, itu soal lain. Fokus utama saya sekarang adalah kembali
memperkenalkan eksistensialisme-humanisme
dengan cara yang sebenarnya tidak terlalu genuine,
sastra. Maka, saya bermaksud mempublikasikan hasil-hasil renungan saya dalam rupa
puisi ini. Dalam buku kecil ini terkandung puisi-puisi saya, renungan-renungan
filosofis tentang kehidupan. Selain itu juga ada beberapa renungan dalam wujud
esai saya letakkan di antara puisi-puisi sebagai oasis ketika bosan membaca
puisi-puisi itu.
Terus-terang belum pernah dari tulisan-tulisan
dalam buku ini yang dipublikasikan. Beberapa puisi memang pernah saya muat
dalam ‘Kala Senja Tiba’, sebuah buku indie koleksi pribadi hasil iseng
belaka. Sedangkan beberapa esai pernah saya kumpulkan kepada dosen sebagai
paper. Namun, sebagian besar tulisan yang termuat dalam buku sederhana ini
benar-benar masih perawan.
Sebenarnya sudah lama saya ingin
menulis buku ini, tapi kesibukan kuliah, adaptasi sesudah revolusi, dan
kesibukan berteater sebegitu menyita perhatian sehingga saya mengalami
kesulitan menciptakan waktu untuk buku ini. Justru setelah mengalami kecelakaan
tunggal bersama teman sesama exfrat,
baru saya mampu menciptakan waktu untuk menyelesaikannya. Sungguh suatu ironi
memang. Namun, setidaknya buku ini dapat menjadi manifestasi ungkapan syukur
saya kepada Dia Yang Adalah Dia sebab
kami masih diberi kesempatan untuk mengada (sesuai ada). Pernyataan tadi
mungkin agak mengejutkan. Orang-orang yang tidak begitu mengenal saya mungkin
menilai saya adalah seorang kafir di bumi Indonesia yang percaya akan Ketuhanan
–dengan nama siapapun kita memanggil Dia– sebab mereka salah paham dengan salah
satu puisi saya yang tidak saya publikasikan kecuali dalam milis. Sebenarnya
saya bukan seorang penganut atheisme ataupun deisme. Verus philosophus amator Dei, amator Dei amator homini.
Jika ditanya kepada siapa buku
ini saya dedikasikan, saya akan menjawab kepada mereka yang masih mencari Larasati,
khususnya para pemuda. Sedangkan secara ad
hominem saya akan mendedikasikan buku ini kepada C. B. Mulyatno, Pr (dosen
filsafat di FTW – USD), Andreas Tri Adi Kurniawan, MSF yang banyak memberikan
inspirasi, Albertus Magnus Than Tian Sing, MSF yang mengajari kami segala hal
tentang kemanusiaan, teman-teman seperguruan di Salatiga (khususnya Dismas
‘Gogon’ Bayu Dewantara yang turut saya celakakan dalam kecelakaan tunggal itu),
dan mereka yang padanya saya berkorelasi dalam suasana cinta. Jadi, jika Anda
merasa sedang mencari Larasati atau adalah
salah satu nama yang saya sebut di atas, buku ini untuk Anda. Saya harap buku
sederhana ini dapat berguna bagi Anda. Lewat buku ini saya hanya share tentang petualangan saya mencari Larasati dan suka duka saya mencintai Sophia. Dengan membacanya mungkin kita
akan berdialog sehingga akan memunculkan sintesis-sintesis baru demi kehidupan
yang lebih baik.
Selamat membaca. Sapere aude!!!
Sarang Kalong, 23 Juni 2009
Comments
Post a Comment