ORANG-ORANG BARAT PADA PULAU PARA DEWA

  ORANG-ORANG BARAT PADA PULAU PARA DEWA *kepada Hugo   Lukisan Sri Yesus Kristus bersama dengan Sri Krishna setelah Tuhan mereka bunuh berkali-kali... yang terjadi adalah kemanusiaan yang mati... akhirnya menjelma jadi jiwa yang mengembara di padang belantara... ke selatan, ke utara... ke timur, ke barat... ke sana... entah ke mana... mencoba menemukan Tuhan yang telah tiada   walaupun demikian, itu lebih baik bagi mereka daripada mulut ngaku ikut Sang Lelaki Galilea tapi membela anak ular beludak sampai mati atau mewarnai semua dengan mejikuhibini Ah, Hug, Barat itu arah terbenamnya matahari bacalah Wahyu, semuanya sedang digenapi...   Malang, 07 Oktober 2024 Padmo Adi

PADMOSOEDARJO, Sang Pejuang dan Pecinta

PADMOSOEDARJO

Sang Pejuang dan Pecinta

 

Padmosoedarjo muda. Foto koleksi pribadi.


Padmosoedarjo, atau yang kupanggil Eyang Daryo, adalah Veteran Perang Kemerdekaan Indonesia. Eyang Daryo berjuang di bawah Ignatius Slamet Rijadi, khususnya pada peristiwa Serangan Umum Surakarta.

Anak-anak Lurah Atmowirogo. Padmosoedarjo muda adalah dua dari kiri. Foto dokumen pribadi.


Dari kiri ke kanan: Siti Nonijah, Hadrianus Denda Surono, Maria Goretti Purwini, dan Padmosoedarjo. Foto dokumen pribadi.


Padmosoedarjo adalah seorang pejuang sekaligus pecinta. Ketika Siti Nonijah, istrinya, mengajukan pilihan sulit, pilih tetap jadi tentara atau pilih dirinya, Eyang Daryo lebih memilih istrinya, kekasih hatinya. Kemudian dia menjalani hidup sederhana di Kauman, Surakarta. Di usia senjanya, dia lebih dikenal sebagai tukang pijat bayi. Antara Thanatos dan Eros, jelas dia memilih Eros.

Padmosoedarjo bersama salah seorang anak menantunya dan salah seorang cucunya, Adita Dyah Padmi Noviati. Foto koleksi pribadi.


Padmosoedarjo bersama salah seorang cucunya, Brigitta Gangga Tribuana. Terlihat pada tembok belakang dipenuhi foto, dan lukisan Siti Nonijah, istrinya. Foto dokumen pribadi.


Padmosoedarjo bersama salah seorang cucunya, Damayanti Dwi Resminingsih, dan besannya, Andreas Ngadie, berfoto di depan Toyota Corona 2000. Foto dokumen pribadi.


Ketika kekasih hatinya itu meninggal dunia, Eyang Daryo tetap mengenangnya; banyak sekali foto, lukisan, dan kolase Eyang Non dipasang memenuhi dinding tembok gandok (rumah satelit dalam rumah tradisi Jawa, tempat Eyang Daryo tidur) ndalem Kauman.

Padmosoedarjo di depan Dalem Kauman, Surakarta. Berdiri di dekatnya adalah menantunya, Rita Supiyani, menggendong Adita Dyah Padmi Noviati. Di dalam becak adalah Maria Goretti menggendong Padmo Adi, di sebelahnya adalah Siti Nonijah. Foto dokumen pribadi.


Hadrianus Denda Surono, anak kedelapan Padmosoedarjo, bersama istri dan anaknya memberikan penghormatan terakhir kepada ayahnya. Dokumen pribadi.


Kini, Eyang Daryo beristirahat abadi, disemayamkan di sebelah pusara Eyang Non, kekasihnya itu. Dan, di ujung makamnya berkibar sang Merah Putih, yang dia bela semasa muda bersama para pejuang lainnya.

Makam Padmosoedarjo (dengan bambu runcing kuning dan bendera Merah Putih) dan istrinya, Siti Nonijah. Bambu runcing dan bendera Merah Putih baru saja selesai dicat ulang oleh Bagus Herry Hardjanto, anak kesembilan Padmosoedarjo. Foto koleksi Bagus Herry Hardjanto



Wahai Padmakarna... wahai Padmasena... wahai para Padma... di dalam darahmu mengalir darah seorang pejuang... mengalir darah seorang pecinta! Tempalah dirimu, menengadahlah... jadilah pejuang... jadilah pecinta... . Perjuangkan cintamu!!!


Terima kasih, Eyang Daryo, atas teladanmu.

MERDEKA!!!

 

Singosari, 17 Agustus 2024

Padmo Adi


Comments