MANUSIA
Akhirnya sampailah kita
pada hari yang dinantikan. Sebuah hari yang telah dinantikan oleh seluruh
makhluk di jagad raya ini. Akan tetapi, yang kita nantikan belum juga tiba.
Sudahlah, sembari menanti dia, mari kita duduk sejenak sembari ngopi dan nyamsoe dulu.
(duduk, meminum kopi,
dan menyalakan rokok)
Tidak pernah ada orang
yang menghubungkan seni dengan rokok dan kopi. Akan tetapi, semua mengalir
begitu saja. Seakan-akan kopi dan rokok menjadi teman yang setia untuk
mengapresiasi sebuah karya seni atau sekadar untuk membicarakannya. Saya punya
seorang teman yang gagap ketika berbicara, tetapi begitu rokok menyelip di
mulutnya, tiba-tba saja... magic...
kata-kata mengalir dengan mudahnya melalui mulut. Kecanduankah itu? Atau,
memang mukjizat? Hahahaha... .
(menghisap rokok)
Saya pribadi tidak
begitu sering merokok. Bahkan, saya lebih sering menolak tawaran untuk merokok.
Saya merokok ketika saya sedang stress,
sedang ingin bersantai seperti sekarang ini, atau ketika sedang menginginkan
hubungan yang lebih intim dengan diri saya sendiri. Jika orang-orang Konghucu
memakai hio untuk berdoa, para Buddist menjaga ratusan lilin untuk meditasi,
orang-orang Katolik memakai ratus dan wirug serta lilin juga untuk berdoa,
begitulah kira-kira saya memakai rokok ini... untuk berdoa. Dan, itulah sebabnya saya merokok sekarang... saya sedang berdoa.
(memandang rokok)
Hahahaha... sudahlah...
saya tidak ingin membicarakan hal ini lebih jauh. Silakan jika Anda ingin tetap
merokok. Tapi tetap harus ada sopan santunnya, tanyakan pada teman sebelah
Anda, apa dia keberatan jika Anda merokok. Baik kalau Anda pun menawari teman
sebelah Anda tersebut, sebab sering kali rokok dapat menjadi awal mula
persahabatan yang heroik. Dan, ingat, siap-siap bertemu Tuhan lebih cepat, hahahahaha...
.
(mematikan rokok,
meminum kopi)
O iya, saya belum
memperkenalkan diri saya. Saya dulu pernah menjadi seorang malaikat di surga.
Anda tahu surga seperti apa? Kosong... ya... kekosongan. Tidak ada apa-apa di
sana. Hanya ada Tuhan. Semuanya hening dalam diam yang dalam. Semua sudah tidak
memerlukan apa-apa, tidak menginginkan apa-apa... sebab sudah ada Tuhan. Akan
tetapi, entah bagaimana, saya merasa iri dengan Anda, manusia. Anda begitu
bebas di dunia ini. Kebebasan, itulah manusia. Kebebasan, itulah kutukan
manusia... atau berkat?
Manusia memiliki
kehendak bebas. Mereka bebas untuk mencintai, bebas pula untuk membenci. Mereka
bebas menentukan nasib mereka sendiri. Tidak, Tuhan tidak memaksakan
kehendak-Nya, Tuhan tidak menjadikan manusia wayang-wayang kulit yang bergerak
sesuai keinginan-Nya. Tuhan menghormati kebebasan itu. Walau, sering kali Tuhan
turut campur, tapi tentu tidak secara terang-terangan.
Walau manusia tidak
bersayap, manusia jauh lebih bebas dari malaikat. Itu yang membuat Lucifer memberontak,
sebab sebagai malaikat agung yang sejajar dengan Gabriel, Rafael, dan Mikael,
dia dan segenap malaikat di surga tidak memiliki kebebasan seperti yang
dimiliki manusia. Kebebasan merupakan anugerah kehormatan Tuhan kepada
ciptaan-Nya. Itulah mengapa malaikat pun segan dan menghormati manusia, bahkan
terkadang iri.
(meminum kopi dengan
tergesa)
|
Wings of Desire |
Manusia bebas karena dia
memiliki kesadaran. Kesadaran inilah yang mengantarkan manusia kepada
pencapaian-pencapaian tertentu. Banyak capaian manusia yang mengagumkan, mulai
dari capaian-capaian yang bersifat fisik hingga capaian-capaian yang bersifat
spiritual. Capaian-capaian fisik itu bisa kita lihat dari temuan-temuan
teknologi dan ilmu pengetahuan. Manusia telah sampai di bulan. Manusia mampu
mengirimkan satelit utusan hingga ke planet yang jauh di tata surya. Manusia
membangun infrastruktur untuk menunjang hidupnya. Sedangkan Anda tahu apa
capaian-capaian spiritual manusia? Anda pasti menjawab agama? Apakah saya
benar? Hahahaha... agama itu capaian yang tidak seberapa, Saudaraku... . Capaian
spiritual yang lain adalah rasa estetika di dalam jiwa manusia sehingga mampu
mengapresiasi karya seni dan ciptaan. Sedangkan capaian spiritual manusia yang
lebih tinggi adalah cinta. Ketika manusia itu mampu menghormati dan mengasihi
sesama manusia sebagai pribadi yang bebas, saat itulah manusia telah sampai
pada capaian yang tinggi. Kedengarannya sederhana dan remeh-temeh, tapi berapa
manusia yang mampu melakukan hal yang sederhana dan remeh-temeh ini?
(meminum kopi kembali)
Anda mungkin bertanya,
apa capaian spiritual yang paling tinggi dari manusia. Saran saya, simpan saja
pertanyaan Anda itu. Melakukan yang sederhana dan remeh-temeh saja belum, sudah
hendak menjangkau yang paling tinggi, hahahaha... .
Saya sendiri? Saya baru
beberapa tahun melepas sayap malaikat saya untuk menjadi manusia. Saya masih
belajar menjadi manusia. Saya masih belajar melihat sebagai manusia, belajar
mendengar sebagai manusia, belajar merasakan sebagai manusia, belajar berpikir
sebagai manusia, dan yang jelas masih pula belajar mencintai sebagai manusia.
Ini bukan perkara sederhana, Saudara... hidup saya sebagai malaikat di surga
dulu jauh lebih sederhana. Di surga hanya ada Tuhan. Selesai perkara.
(suara pintu diketuk)
Tunggu sebentar... saya
ada tamu.
(berjalan ke arah pintu,
membuka pintu)
Astaga... kamu
ternyata... .
(kepada penonton) Kawan
lama yang bertamu.
(kepada kawan lama) Apa
kabar, Sahabat? Lama tak berjumpa. Apa kabar di sana? O... ya... ya... .
Mari... mari... silakan masuk.
(kepada penonton) Ini,
perkenalkan, Mikael, kawan lama saya di surga. Ah... pasti Anda tidak bisa
melihatnya. Maklumlah, namanya juga malaikat. Tapi, berbahagialah orang yang
tidak melihat namun percaya. Hidupnya akan tenang, jauh dari rasa gelisah.
(kepada Mikael) ada apa
engkau datang ke rumahku ini? Tumben sekali?
(Mikael bicara,
mengangguk-angguk)
Ternyata ada hal penting
yang hendak kamu sampaikan. Ah, sebelum kamu mengatakan maksud kedatanganmu,
izinkan aku menawarimu sesuatu untuk diminum. Mau minum apa? Panas? Dingin?
Teh? Kopi? Susu? Atau susu yang lain?
(Mikael berbicara)
Huahahahahahaha... aku
lupa... malaikat tidak makan ataupun minum. Sebab tubuh dan darah Tuhan di
surga sudah cukup. Maaf... maaf... aku sudah mulai terbiasa menjadi manusia dan
aku mulai menikmati hidup sebagai manusia.
(Mikael bicara)
Ya... aku tahu, manusia
akan mati... . Justru karena itu, hidup jadi sangat mengasyikkan dan layak
untuk disyukuri.
(Mikael bicara)
Iya... aku tahu, bukan
hanya sekadar percaya, tapi paham... setelah mati manusia akan bersatu dengan
Tuhan di surga seperti kalian para malaikat. Tapi, kan, bentuk kehidupannya
lain. Kamu harus sekali-sekali mencoba merasakan hidup sebagai manusia.
(Mikael bicara)
Hahahaha... jangan
marah, teman... aku hanya bercanda. Baiklah... sudah terlalu banyak omong
kosong aku. Katakan, apa yang ingin kausampaikan?
(Mikael bicara)
Masalah pribadi? Masalah
pribadi bagaimana?
(Mikael bicara)
Iya, aku tahu Tuhan akan
datang untuk yang kedua kalinya ke dunia. Tapi tak semua ciptaan-Nya di jagad
semesta ini tahu, kan, kapan Dia akan kembali.
(Mikael bicara)
Apa? Segera? Akhir tahun
ini? Kaubercanda! Dari mana kamu mengetahui semua itu?
(Mikael bicara)
Oke, jadi kemarin
seluruh penghuni surga rapat paripurna bersama Tuhan dan akhirnya ditetapkan
bahwa akhir tahun ini Tuhan akan datang untuk yang kedua kalinya ke dunia.
Berarti petualanganku sebagai manusia hanya akan sampai akhir tahun ini, dan
setelahnya aku menjadi malaikat lagi di surga. Oke... tak apa. Berarti sebelum
akhir tahun ini, aku harus segera mencari pacar, lalu segerap kami harus
menikah.
(Mikael bicara)
Justru itu, katamu? Apa
maksudmu?
(Mikael bicara)
Apa? Serius?
(Mikael bicara)
Kalau sampai akhir tahun
ini aku masih menjadi manusia, aku takkan pernah lagi merasakan kebahagiaan
surga?
(Mikael bicara)
Dan aku akan mengalami
kepahitan neraka selamanya? Karena bagi seorang malaikat, melepas sayap dan
menjadi seorang manusia ternyata merupakan dosa? Tapi... tapi... bagaimana aku
bisa menjadi seorang malaikat kembali ketika aku telah mencampakkan sepasang
sayapku dan membakarnya?
(Mikael bicara)
Ikut pergi denganmu
malam ini, tepat sekarang ini? Tapi, Mikael, masih banyak manusia yang belum
mencapai kesadaran spiritualitas yang cukup sehingga mereka membutuhkan manusia
jadi-jadian seperti aku sekadar untuk mengajari mereka cinta. Apakah keputusan
rapat paripurna surga itu sudah final?
(Mikael bicara)
Apakah Tuhan sebegitu
teganya mencampakkan manusia-manusia yang belum tercerahkan itu ke neraka?
Kesadaran itu butuh proses, Mikael. Cinta itu butuh waktu.
(Mikael bicara)
Aku paham dan aku
mengerti bahwa manusia itu makhluk yang bebal. Tapi aku percaya bahwa mereka
bisa menghindari kesalahan yang sama. Mereka bisa melampaui keterbatasan
mereka.
(Mikael bicara)
Mikael, nanti sebelum
kaukembali ke surga, coba berkelilinglah sejenak di dunia. Memang kau akan
mendapati banyak manusia saling angkat senjata. Kau juga akan mendapati
manusia-manusia yang menderita. Tapi, mereka adalah manusia yang masih
berproses untuk mencapai pada kesadaran cinta, Mikael. Di dalam perjalanan
keliling duniamu itu, kau pasti akan mendapati capaian-capaian manusia yang
luhur, kebudayaan-kebudayaan yang mempesona, peradaban-peradaban kasih, dan kau
akan merasakan cinta memenuhi atmosfer. Pasti kaupun akan tergerak sepertiku
untuk membagi atmosfer cinta itu kepada manusia-manusia yang masih di dalam
proses tadi.
(Mikael bicara)
Ya... arogansimu sebagai
malaikat jauh lebih kuat. Arogansimu sebagai makhluk yang begitu dekat dengan
Tuhan begitu besar. Atau memang engkau adalah malaikat tulen sehingga tidak
mampu merasakan hangatnya kemanusiaan beserta capaian peradabannya.
(Mikael marah, mencekik)
Bunuh... bunuhlah aku
selagi aku menjadi manusia, Mikael... . Aku akan mati bahagia sebagai
manusia... sedangkan kau hanya akan mendapatkan dosa.
(Mikael membanting aku.
Mikael lalu berbicara.)
Aku hargai solidaritasmu
kepadaku, kawan lamaku. Aku berterima kasih atas ajakan murah hatimu ini. Tapi
maaf... keputusanku sudah bulat. Jikapun aku harus berakhir di dalam jurang
neraka oleh karena solidaritasku terhadap manusia ini, aku rela, dan aku
bahagia. Panggilan jiwaku sudah jelas, aku hendak mengajarkan kesadaran akan
cinta, kemanusiaan, dan etika yang estetis. Aku di sini untuk mengantar manusia
mencapai kemanusiaan yang seutuhnya. Kegelapan neraka tak menggentarkanku,
Mikael, sebab aku mengikuti kata hatiku.
(Mikael bicara)
Baiklah... pulanglah...
silakan.
(Membukakan pintu bagi
Mikael)
Mikael, tunggu...
maafkan kata-kata kasarku... (berpelukan) Teman, kuminta jika memang aku harus
menghuni kegelapan jurang neraka karena ngotot menjadi manusia, kelak aku bisa
merasa terhormat mati di tanganmu. (melepaskan pelukan) Mari, aku antar sampai
ke pagar depan.
-End-
Sarang
Kalong, 26 November 2012
Padmo
“Kalong Gedhe” Adi
membekas di hati. :)
ReplyDeleteTerima kasih :)
DeleteApik iki, jadi ingat film "city of angel", di mana malaikat ingin menjadi manusia(karena ingin merasa), tapi waktu keinginannya terwujud yaitu menjadi manusia( bisa merasa dan kebetulan mencintai seorang wanita), "La kok malah sik ditresanani mau mati(kecelakaan), duh aku sedih pas adegan kui..". Konsekuensi cen abot sok-sok yo..hehe..*mah curhat, rapopo yo dab* :p
Deletehahaha... :D curhat akeh ya oleh kok :P
DeleteYa... begitulah... sok-sok ki konsekuensi luwih abot timbang sing disiapke. Sing penting, siap dengan segala apapun konsekuensinya.
BTW, aku malah belum lihat film itu... sepertinya menarik :D hahay... . Masuk list ah. Cek gugel dulu, kapan-kapan ke rental, hehe :) Makasih infonya.
Eh, Yohan bisa galau juga ya? :P
Film tahun 1998-an, dari siaran di TV aku dulu nontonnya. Mengenai konsistensi, hampir mirip niat mau fokus malah gak fokus-fokus, sepele sih, tapi..ah..sudahlah. :p. Galau adalah harapan jare @pamityang2an. hahaha.
ReplyDeleteAku dah cek di youtube... cuplikannya menarik :D Berburu ah... hahay...
Deleteyes you!!!