ORANG-ORANG BARAT PADA PULAU PARA DEWA

  ORANG-ORANG BARAT PADA PULAU PARA DEWA *kepada Hugo   Lukisan Sri Yesus Kristus bersama dengan Sri Krishna setelah Tuhan mereka bunuh berkali-kali... yang terjadi adalah kemanusiaan yang mati... akhirnya menjelma jadi jiwa yang mengembara di padang belantara... ke selatan, ke utara... ke timur, ke barat... ke sana... entah ke mana... mencoba menemukan Tuhan yang telah tiada   walaupun demikian, itu lebih baik bagi mereka daripada mulut ngaku ikut Sang Lelaki Galilea tapi membela anak ular beludak sampai mati atau mewarnai semua dengan mejikuhibini Ah, Hug, Barat itu arah terbenamnya matahari bacalah Wahyu, semuanya sedang digenapi...   Malang, 07 Oktober 2024 Padmo Adi

MOBBLES, Petualangan Itu Pun Dimulai, seri 02 - Serangan Anak Pantai



MOBBLES*
02
Petualangan Itu Pun Dimulai
*Mobbles merupakan produk dari mobbles.corp (www.mobbles.com). Karya ini semata hanyalah funart belaka, tidak ada keuntungan finansial yang kami peroleh. Segala hak yang berkenaan dengan Mobbles merupakan milik mobbles.corp.

Cerita oleh Padmo Adi                                                  

seri 02 - Serangan Anak Pantai

“Di sini kamu rupanya...” kata Kris kepada Albert, “Ngalamunin apa, Mblo?”
“Woe... . Eh, kamu Kris. Enggak.”
“Kopi item satu, Ak...” Kris memesan kepada aak burjo.
“Pakai gula, nggak?” tanya aak burjo itu.
“Dikit aja.”
“Kamu nggak makan?” tanya Albert.
Ntar aja. Kamu kenapa, Bert?”
“Gummy... .”
“Masih galau karena kalah kemarin?”
“Aku tidak menyesali kekalahanku. Aku hanya menyesali kebodohanku, memaksa Gummy bertarung sampai seperti itu. Aku merasa, aku telah gagal menjadi trainer yang baik.”
“Wajarlah... itu pertandingan final. Kamu sudah berhasil menyamakan kedudukan setelah pada babak pertama kalah. Itu perjuangan. Dan, kadang perjuangan butuh pengorbanan, ‘kan?”
“Ya... . Tapi aku merasa hasil yang akan kudapatkan, seandainya berhasil, tidak setimpal dengan pengorbanan Gummy.”
“Tidak setimpal bagaimana maksudmu?”
“Kopinya, Ak...” kata aak burjo kepada Kris sembari menyodorkan segelas kecil kopi hitam.
Makasih, Ak...” kata Kris.
“Ya, tidak setimpal,” kata Albert.
“Tournament nasional, Bro! Siapapun wakil daerah yang lolos mengikuti turnamen dua tahun sekali itu, berkesempatan untuk menjajal kemampuan para mobbles-trainer terbaik dari seluruh daerah di Indonesia, bahkan memiliki kans untuk lolos ke pertandingan internasional! Tidak setimpal bagaimana maksudmu?”
“Ternyata aku masih egois... . Aku hanya memikirkan ambisiku untuk pergi ke Jakarta, tanpa mempedulikan keselamatan Gummy, yang selama ini telah menemaniku.”
“Sepertinya kamu kurang piknik, Mblo... .”
“Heh... berhenti memanggilku ‘jomblo’!”
“Huahahahaha... makanya buruan cari pacar. Emangnya kamu selibat? Sudah, ayo ikut aku piknik. Siapa tahu kamu dapat pacar.”
“Kapan kita piknik ke mana?”
“Besok. Kita ke pantai.”
“Parang Tritis? Bosan!”
“Bukan.”
“Aku juga sudah bosan ke pantai-pantai di Gunung Kidul. Sudah terlalu ngepop.”
“Bukan.”
“Lalu?”
“Pantai di Wonogiri!”
“Kamu bercanda?! Sejak kapan Wonogiri memiliki pantai?”
“Huft... . Dasar kurang piknik! Buka petamu. Lihat di sana. Sudah, besok kujemput. Siapkan mobble-mobblemu, sekalian kita berburu.”
“Gummyku masih dalam masa perawatan... .”
“Mobblemu bukan cuma Gummy, ‘kan, Noob?”
 
Molotov Krinker
***
Keesokan harinya, Albert dan Kris pergi ke pantai Nampu, Wonogiri. Mereka berangkat beriringan naik sepeda motor. Mereka berkendara melewati hutan-hutan Gunung Kidul dan sawah-ladang yang luas. Sejuk hawa pagi dan hangat sinar mentari menyemangati hidup mereka. Sepertinya Albert sedikit bisa melupakan kegalauannya. Begitu sampai di perbatasan Jogja-Jawa Tengah, aspal mulai rusak. Akan tetapi, hal itu hanyalah rintangan sepele bagi dua pemuda itu. Kris begitu bersemangat “berburu” di pantai Nampu, sementara Albert masih menyimpan rasa penasaran, benarkah di Wonogiri ada pantai.

Jalan menuju pantai Nampu sempit, rusak, dan berpasir. Roda belakang Kris hampir saja selip terpeleset pasir, untunglah dia masih bisa menguasai. Beberapa waktu kemudian, aroma laut mulai tercium. Pantai... . Pantai Nampu adalah pantai yang terletak di bawah tebing curam. Tebing-tebing tinggi mengelilingi pantai itu. Cukup luas, dan cukup sepi.
Sesampainya di sana, Albert dan Kris segera memarkir sepeda motor mereka. Lalu, mereka berjalan menuruni tebing itu untuk menuju ke pantai.
“Surga yang tersembunyi!” kata Albert terkagum-kagum, “Masih perawankah?”
“Sudah banyak yang berkunjung, hanya tidak seramai pantai-pantai di Jogja. Palingan beberapa akamsi yang pacaran atau perguruan-perguruan silat yang berlatih. Pada saat bulan purnama, katanya, ada perguruan silat yang berlatih di sini. Entah benar atau tidak. Sebab, kalau itu bulan purnama, aku hanya risau satu hal... .”
“Ya, kaurisau soal Nox, ‘kan?”
“Hahahahahahahahaha... . Aku belum pernah melihat mobble malam yang satu itu. Aku ingin menangkapnya.”
“Lain kali kutemani kauberburu Nox. Eh, omong-omong... kita lihat di Radar Mobble ada apa.”

Albert segera membuka Radar Mobblenya. Seketika mata Albert membelalak. Ada mobble yang mendekat dengan cepat ke arah mereka berdiri. 200 meter... 195 meter... 190 meter... .
“Ada mobble mendekat. Dia berlari,” kata Albert kepada Kris.
“Kita tangkap?”
“Kita tangkap! Tapi Gummy masih belum prima.”
“Kamu tidak ada mobble selain Gummy?”
“Tuck... . Tapi sepertinya levelnya tidak seimbang.”
“Level berapa mobble itu?”
“Limabelas. Tuckku baru tujuh.”
“Biar Krinkerku yang menghajarnya!”
Seekor mobble berwarna biru tua hampir ungu dengan cula tunggal di kepala berlari mendekat ke arah mereka. Tidak... mobble itu tidak berlari, dia melompat sejauh lima meter sembari berputar dengan kencang... seolah-olah seperti torpedo yang dilesatkan.
“Korny,” kata Albert lirih.
“Horny?”
“Korny,” kata Albert sedikit lebih keras.
Ketika mobble yang disebut Korny itu tinggal berjarak 45 meter dari Albert dan Kris, Kris segera beraksi. Dikeluarkannya apk-mobble miliknya.
“KRINKER, KELUARLAH!!!” teriak Kris.
Krinker melompat dari apk-mobble, siap bertarung. 30 meter... . Krinker melepaskan beberapa molotov. Ledakan molotov itu membuat Korny melambat... lalu menghujam pasir 15 meter di depan mereka.
Korny bangkit. Dia melompat tinggi di udara. Krinker melihat manuver Korny itu, makhluk itu terkekeh. Segera Krinker melempar beberapa molotov ke arah Korny yang tengah melompat tinggi di udara itu. Lemparan molotov Krinker tidak cukup tinggi untuk sekadar mendekati tubuh Korny. Molotov itu meledak begitu saja di udara, sementara Korny masih melesat tinggi.
Korny's Rocket Jump

“Albert, kita menyingkir. Mungkin baik kausiapkan juga Tuckmu. Sepertinya Korny ini akan susah dijinakkan,” kata Kris
“Sepertinya mobble itu panik.”
“Panik?”
“Seakan dia ketakutan. Lari dari sesuatu.”
Pada titik tertinggi lompatannya, tubuh Korny menyungsang. Diarahkannya cula biru tuanya itu kepada Krinker. Memanfaatkan gaya gravitasi, Korny melesat tepat ke arah Krinker sembari berputar dengan kencang. Suara putarannya itu membuat udara di sekitar bergetar dan menimbulkan bunyi berdesing yang memekakkan telinga.
Krinker sudah siaga. Dia melempar sebuah molotov. Lemparannya itu tepat mengenai cula Korny. Meledak! Tetapi, sepertinya hantaman dan ledakan molotov itu tidak menimbulkan efek yang berarti bagi Korny yang terus berputar dan berdesing itu. Sepersekian detik kemudian, Korny menghantam Krinker. Krinker terpental, lalu menghujam pasir dengan keras. Bukannya berteriak kesakitan, Krinker malah terkekeh. Sementara itu, Korny terengah-engah.
“Krinkermu tidak akan apa-apa?” kata Albert.
“Dia tidak akan apa-apa. Tapi sebaiknya Tuck kamu siapkan untuk memberi pukulan terakhir.”
“Baiklah!”
Krinker segera bangkit. Tidak ada luka yang berarti. Kali ini Krinker sepertinya hendak meladeni jurus-jurus Korny dalam jarak dekat. Krinker mengeluarkan sabitnya. Terkekeh, dia menerkam Korny. Korny kembali melesat menyambut Krinker. Korny begitu membabi-buta, sebab ketakutan melanda hatinya. Melawan dan bebas, atau menyerah dan tertangkap. Korny sepertinya telah lolos dari mulut singa, kini berhadap-hadapan dengan mulut buaya. Sementara, singa itu masih mengejar di kejauhan.
Serangan cula korni ditahan sabit Krinker. Mereka beradu kekuatan. Korny mengerang, sementara Krinker masih terkekeh. Dengan cerdik, Krinker melepaskan satu tangan dari gagang sabitnya, mengambil molotov. Alih-alih melemparkan molotov itu, Krinker justru menghantamkannya pada muka Korny.
Blaaaarrrrrr....... . Terjadi ledakan. Korny terpental. Sementara Krinker masih diam di tempat. Tubuhnya bisa menoleransi panas ledakan. Rambut Krinker semakin menyala, seperti api yang berkobar-kobar. Itu pertanda Krinker sedang dalam semangat tempur. Di sisi lain, tubuh Korny yang terpental dan menghujam pasir itu juga menciptakan debu. Korny masih bisa berdiri. Krinker terkekeh melihat mangsanya masih bisa bertahan. Krinker segera menerjang. Diayunkan sabitnya, hendak menghajar Korny. Akan tetapi, belum juga dia cukup dekat dengan Korny, sebuah benda mirip baling-baling melesat. Krinker siaga. Ditangkisnya baling-baling itu dengan sabitnya. Pertahanan Krinker lengah. Korny melompat dan berputar. Cula Korny tepat mengenai dada Krinker. Krinker mundur beberapa langkah, lalu ambruk ke belakang... terkekeh.
“Celaka! Albert, sekarang!” kata Kris.
“Tuck, BULLS EYE!”
Tuck's Bullseye

Tuck mengambil pistol gandanya, menembakan masing-masing satu peluru. Tepat kena cula dan pelipis Korny. Namun, sepertinya karena level Tuck yang masih di bawah Korny, peluru itu hanya seperti gelitik saja. Korny berpaling ke arah Tuck dengan amarah.
“Susah sekali menangkap dan menjinakkan mobble level 15 ke atas itu!” kata Albert.
“Lebih mudah merawatnya dari level 1 memang... .”
Korny yang marah itu hendak menerjang Tuck sewaktu Krinker bangkit dan melepaskan langsung lima molotov.
“UKULELE SPLASH!!!!!”
Teriakan yang diikuti gelombang kejut itu menghenyakkan Albert dan Kris. Gelombang kejut itu menghantam molotov-molotov Krinker dan meledak.
“O... jadi begitu kelakuan mobble-trainer kota? Mengeroyok mobble liar? Tak tahu malu!”
Kalimat itu membuat Albert dan Kris lebih terkejut lagi. Suara orang itu juga membuat Korny kehilangan amarah, dan rasa gentar kembali terbit dalam dirinya. Melihat ada kesempatan kecil, Korny melesat, melarikan diri.
“Krinker, kejar!”
“UKULELE SPLASH!” gelombang kejut itu menghalangi jalan Krinker.
“Biarkan dia lari!”
“Siapa kamu mengganggu perburuan kami?” kata Kris.
“Perburuan kalian? Kalianlah yang mengganggu perburuanku! Korny itu lari setelah hampir dihajar oleh Sploonku. Aku mengejarnya ke mari. Tak kusangka Korny melesat begitu cepat. Dan, tak kuduga aku bertemu kalian, mobble-trainer asal kota yang hanya berani main keroyok!”
“Siapa kamu berani menghakimi cara kami berburu?” tanya Albert.
“Perkenalkan, aku Sugeng, mobble-trainer dari Wonogiri.”
“Akamsi... .” bisik Kris.
“Apa kaubilang?”
“Ah... tidak... .”
“Awalnya aku berniat untuk menyelesaikan buruanku. Namun, menyaksikan Korny justru dikeroyok oleh kalian, aku berubah pikiran. Aku akan membiarkan Korny lepas. Namun, memberi kalian, orang kota, pelajaran etika berburu sepertinya lebih menarik.”
“Aku bukan orang kota! Asalku dari perbukitan Menoreh! Orang-orang menjulukiku Bara Api dari Bukit Menoreh! Namaku Kris. Dan, aku akan meladenimu.”
“Perkenalkan, aku Albert, mobble-trainer dari Jogja.”
“Menarik... . Baiklah. Majulah, SPLOON!!!”
“KRINKER!!! SERANG!!!”
Sploon's Ukulele Splash


bersambung...

Comments