ORANG-ORANG BARAT PADA PULAU PARA DEWA

  ORANG-ORANG BARAT PADA PULAU PARA DEWA *kepada Hugo   Lukisan Sri Yesus Kristus bersama dengan Sri Krishna setelah Tuhan mereka bunuh berkali-kali... yang terjadi adalah kemanusiaan yang mati... akhirnya menjelma jadi jiwa yang mengembara di padang belantara... ke selatan, ke utara... ke timur, ke barat... ke sana... entah ke mana... mencoba menemukan Tuhan yang telah tiada   walaupun demikian, itu lebih baik bagi mereka daripada mulut ngaku ikut Sang Lelaki Galilea tapi membela anak ular beludak sampai mati atau mewarnai semua dengan mejikuhibini Ah, Hug, Barat itu arah terbenamnya matahari bacalah Wahyu, semuanya sedang digenapi...   Malang, 07 Oktober 2024 Padmo Adi

KEPADA TANAH AIR INI ADA CINTA YANG TIDAK SEDERHANA

KEPADA TANAH AIR INI ADA CINTA YANG TIDAK SEDERHANA

Nasionalismeku lebih daripada kegiatan baris-berbaris.
Nasionalismeku ada pada tiap puisiku baris demi baris.
Nasionalismeku bukan nasionalisme angkat senjata.
Nasionalismeku adalah nasionalisme angkat pena.
Nasionalismeku adalah baktiku pada Sastra Indonesia.
Nasionalismeku adalah persembahan diriku pada tunas-tunas muda.

Merdeka raganya, merdeka jiwanya.
Merdeka perutnya, merdeka pikirnya.
Merdeka karyanya, merdeka sembahyangnya.

Satu hal yang aku yakini dengan sepenuh hati:
Menjadi Jawa adalah gerak menjadi Indonesia,
tapi menjadi Indonesia janganlah jadi gerak men-Jawa.
Menjadi Katolik adalah gerak menjadi Indonesia,
namun, menjadi Indonesia adalah dinamika mem-bhinneka.

Artikulasi meng-Indonesia ini tidak selesai pada 17 Agustus tujuh puluh lima tahun lalu.
Artikulasi meng-Indonesia ini adalah aktus di sini dan kini.

Pada sahabatku yang biru itu aku menyaksikan manifestasi nasionalisme yang penuh cinta:
dia menanam sayurnya sendiri pada paralon cuma-cuma di depan rumah tumpukan bata.

Jangan ragukan nasionalisme orang-orang macam ini.
Rasa cintanya terhadap tanah-air ini semurni rasa cintanya pada kemanusiaan itu sendiri,
seperti kata Bung Besar pada pidato 1 Juni.

Dua orang jurnalis berkendara mengelilingi Indonesia mendokumentasikan realitas manusianya adalah gerak nasionalisme. Seorang sastrawan pulang ke negeri ini walau nikmat hidupnya di Negeri Kiwi adalah gerak nasionalisme. Para petani tembakau di Temanggung setia merajangi daun tembakau, itu adalah gerak nasionalisme. Seorang pengacara menjadi buangan karena membela hak asasi manusia justru adalah gerak nasionalisme. Para tenaga kesehatan berhadap-hadapan dengan wabah covid-sembilan belas yang mematikan adalah gerak nasionalisme. Seorang juragan martabak mencalonkan diri sebagai walikota, apakah itu juga gerak nasionalisme?

Semua orang bisa bilang “Aku cinta Indonesia,”
tapi berapa orang yang bisa menjawab petanda apa di balik penanda “Indonesia”?
Setiap orang bisa bilang, “Aku rela mati demi tanah-air ini,”
tapi berapa orang yang dapat dengan jitu memaknai frasa “tanah air” ini?
Semua orang bisa teriak “MERDEKA!!!”
semoga orang di Nabire sana pun dapat meneriakkannya dengan lega.

Malang, 17 Agustus 2020
kalonggedhe

Comments